30 Tahun Perjalanan Yayasan Humaniora: Kritik Sebagai Pilar Kemajuan

Kritik bukan sekadar ungkapan ketidakpuasan, tetapi juga cerminan kematangan intelektual

Uritanet – Bekasi, Senin (17/03/2025) — Kritik bukan sekadar ungkapan ketidakpuasan, tetapi juga cerminan kematangan intelektual. Begitulah pesan yang disampaikan Ketua Umum Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan, Eddie Karsito, saat mengumumkan pemenang Sayembara Menulis: 30 Tahun Perjalanan Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan di Kranggan Permai, Jatisampurna, Kota Bekasi.

“Kritik adalah keterampilan bercakap dalam ruang dialogis yang terbuka. Ini menunjukkan kedewasaan berpikir. Kami butuh kritik, bukan pujian. Pujian hanya menumbuhkan rasa ujub yang menghambat kemajuan,” ujar Eddie.

Sayembara yang melibatkan banyak wartawan ini memunculkan beragam karya tulis dengan gaya penulisan bervariasi. Namun, Eddie menyoroti minimnya tulisan yang berani menyampaikan kritik tajam dan membangun.

Para Pemenang Sayembara

Dewan juri yang terdiri dari Eddie Karsito (wartawan dan pemerhati sosial budaya), Wiyono Undung Wasito, S.S. (budayawan), dan R. Iwan Gardiawan KS, Drs. (praktisi media), akhirnya menetapkan tiga pemenang utama:

Juara I: “Kuas yang Mengembalikan Martabat Manusia” karya Agoes Sofyan, SH.MM (dimuat di suarakarya.id). Esai ini secara mendalam merefleksikan pameran lukisan Urban Humanity – Refleksi Kehidupan Pemulung, yang menyoroti kepiluan hidup para pemulung melalui karya seni perupa otodidak, Putra Gara.

Baca Juga :  HWANG YOONA UKIR SEJARAH DI INDONESIA WOMEN’S OPEN 2025

Juara II: “30 Tahun Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan Melayani Umat” karya Budi Santoso (wartajabar.net). Tulisan ini menyoroti perjalanan panjang yayasan dalam pelayanan sosial dan kemanusiaan.

Juara III: “30 Tahun Perjalanan Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan: Teruslah Melayani Kasih Tak Berkesudahan” karya Siti Aminah (nuansapost.id), yang memaparkan Yayasan Humaniora sebagai teladan abadi dalam pelayanan kasih.

Refleksi dan Harapan dari Para Juri

Wiyono Undung Wasito mengapresiasi keseriusan peserta yang mengumpulkan data dengan cara wawancara dan observasi langsung.

“Beberapa peserta hanya sekadar copy-paste, tapi banyak juga yang menggali lebih dalam. Ini hal positif yang patut dihargai,” ujarnya.

Menurutnya, variasi gaya penulisan, dari esai hingga jurnalistik, menambah warna dalam sayembara ini. Namun, ia menegaskan bahwa kritik yang objektif dan solutif tetap menjadi esensi yang diharapkan.

Baca Juga :  Kang Maman: Perpustakaan Adalah Jantung Literasi yang Harus Dibangkitkan Kembali

Senada dengan itu, R. Iwan Gardiawan menekankan pentingnya kritik sebagai kekuatan penyadaran.

“Tulisan bisa menjadi alat untuk membongkar ketidakadilan dan ketimpangan sosial. Kita belum merdeka secara ekonomi. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpinggirkan,” tegasnya.

Lebih dari Sekadar Sayembara

Sayembara ini menjadi bagian dari perayaan HUT ke-30 Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan dengan tagline “Teruslah Melayani Kasih Tak Berkesudahan”. Inisiator sayembara, I Gusti Made Ardikabudi, S.E., berharap kegiatan ini melahirkan karya-karya inspiratif yang kritis terhadap persoalan sosial.

“Kami ingin membuka ruang apresiasi lebih luas bagi para penggiat kemanusiaan, seniman, dan relawan sosial. Ini bukan sekadar lomba menulis, tapi ajakan untuk merenung, berefleksi, dan berkontribusi melalui kritik yang membangun,” tutup I Gusti Made.

Dengan semangat kritik yang konstruktif, Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan membuktikan bahwa perjalanan 30 tahun bukan sekadar angka — melainkan langkah panjang yang terus bertumbuh demi kemanusiaan.***

..Benksu

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *