Komisi B DPRD DKI Jakarta Desak Gubernur Batalkan Kenaikan Tarif Air PAM Jaya Capai 71.3 Persen, Resahkan Warga Rusun

Jakarta (Uritanet) :

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo, mengajukan protes terhadap kenaikan tarif air bersih PAM Jaya yang mencapai 71,3 persen.

Pada Selasa, 25 Februari 2025, ia mengirimkan surat kepada Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, setelah sebelumnya surat pertamanya kepada Pj. Gubernur Teguh Setyabudi pada 17 Januari 2025 tidak mendapat respons.

Francine Widjojo menegaskan bahwa warga Jakarta, terutama penghuni rumah susun, apartemen, dan kondominium, sangat terbebani oleh tarif baru yang kini mencapai Rp 21.500/m³.

Dan dalam keterangannya, mengungkapkan bahwa banyak pemilik dan penghuni apartemen serta unit komersial di gedung bertingkat keberatan dengan kebijakan ini.

Sayangnya, mereka baru mengetahui kenaikan setelah menerima surat dari PAM Jaya tertanggal 3 Desember 2024, yang merujuk pada Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024.

Baca Juga :  Strategi TIKI Menghadapi Persaingan Ketat di Industri Logistik Indonesia: Inovasi dan Transformasi Digital sebagai Kunci Keberhasilan

“Kenaikan ini tidak transparan dan tidak adil. Warga merasa dirugikan karena tidak mendapatkan informasi yang cukup sebelumnya,” ujar Francine Widjojo, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta.

Sekaligus, ia menyoroti kesalahan klasifikasi pelanggan. Penghuni apartemen dan kondominium yang seharusnya masuk kategori rumah susun (Kelompok K II) justru dikategorikan sebagai pelanggan komersial (Kelompok K III), sehingga tarifnya lebih mahal.

Empat Kejanggalan dalam Kenaikan Tarif PAM Jaya

Francine Widjojo pun menyebutkan empat alasan utama mengapa warga menolak kenaikan tarif ini, yakni Tarif Melebihi Batas Atas – Warga yang sebelumnya membayar Rp 12.550/m³ kini harus membayar Rp 21.500/m³, melebihi batas atas Rp 20.269/m³ yang ditetapkan untuk 2024.

Kualitas Air yang Tidak Memadai – Meski tarif naik drastis, warga masih mengeluhkan air yang keruh dan tidak layak konsumsi.

Baca Juga :  Peluncuran Tahapan Pilkada DKI Jakarta 2024: Si Mayor Bersama Warga di Lapangan Silang Monas

Sistem Perhitungan yang Tidak Adil – Penghuni apartemen dikenakan tarif progresif tertinggi karena pemakaian air dihitung kolektif, termasuk kebutuhan hidran kebakaran dan fasilitas sosial seperti tempat ibadah.

Dan Minimnya Sosialisasi – dimana Warga tidak mendapatkan informasi yang cukup sebelum kebijakan diberlakukan.

Melihat banyaknya kejanggalan, Francine mendesak Gubernur Pramono Anung untuk membatalkan Kepgub 730/2024 yang dianggap cacat hukum.

“Kepgub ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Harus segera dibatalkan demi keadilan bagi warga,” jelasnya lebih lanjut.

Sementara itu, dalam sebuah kesempatan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, menyatakan bahwa pemerintah akan meninjau ulang struktur tarif PAM Jaya.

“Kami akan mengevaluasi kebijakan ini. Jakarta punya PDAM sendiri, jadi kami akan mencari solusi terbaik,” ujar Rano saat ditemui di Pulo Gadung, Jakarta Timur (22/2) lalu.

)**Tjoek

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *