Jakarta (Uritanet) :
Handy & Partner Law Office mengambil langkah hukum demi membantu Anrica Dwi Laras, seorang ibu dengan bayi berusia 30 hari yang saat ini berstatus tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Tim kuasa hukum mengajukan permohonan pengalihan status tahanan menjadi tahanan kota. Mereka menekankan bahwa kondisi kesehatan klien yang baru menjalani operasi caesar serta kewajibannya memberikan ASI eksklusif harus menjadi pertimbangan utama.
Anrica Dwi Laras menghadapi tantangan berat karena harus menjalani proses hukum sambil tetap memenuhi kewajibannya sebagai seorang ibu. Bayi yang masih sangat kecil membutuhkan perhatian penuh serta asupan ASI eksklusif demi pertumbuhan dan perkembangannya.
Tim kuasa hukum yang terdiri dari Handy, S.H., M.H., Hendra Fhebriyan, S.H., dan Muhammad Nurul Fataa, S.H., menegaskan bahwa permohonan ini memiliki dasar hukum yang kuat. Mereka mengacu pada :
Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif.
Pasal 2 Ayat 1 UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Pasal 1 Ayat 2 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Menurut mereka, hukum telah menggarisbawahi pentingnya perlindungan bagi ibu dan anak, terutama dalam situasi yang berpotensi mengancam hak tumbuh kembang anak.
Kejaksaan Belum Menanggapi Permohonan
Law Office Handy & Partner pertama kali mengajukan surat permohonan pengalihan tahanan pada 14 Januari 2025. Namun, hingga kini belum ada tanggapan dari Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Karena itu, tim hukum kembali mengirimkan surat kedua pada 21 Januari 2025, dengan harapan adanya respons yang lebih cepat.
Handy menegaskan bahwa Anrica Dwi Laras telah bersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung dan tidak memiliki catatan kriminal. Oleh karena itu, pengalihan status tahanan ini bukan hanya berdasarkan faktor kemanusiaan, tetapi juga sejalan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Handy, S.H., M.H., berharap agar Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan segera mengambil keputusan dengan mempertimbangkan aspek hukum dan kemanusiaan.
“Kami berharap Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mempertimbangkan permohonan ini berdasarkan asas kemanusiaan dan aturan hukum yang berlaku. Bayi berusia 30 hari memiliki hak untuk mendapatkan ASI eksklusif dari ibunya, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang,” ujar Handy.
Kasus ini menarik perhatian publik, terutama dalam aspek perlindungan hak anak dan perempuan dalam sistem peradilan pidana. Keputusan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan akan menjadi preseden penting bagi kasus serupa di masa depan.
)**Tjoek