Jakarta (Uritanet) :
Anggota Komite I DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, menekankan perlunya penyelesaian menyeluruh terhadap permasalahan guru swasta di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam audiensi bersama Forum Guru Prioritas Swasta (FGPS) Jawa Tengah di Gedung DPD RI pada Senin, 10 Februari 2025.
Menurut Penrad, masalah yang terus berulang dari rezim ke rezim ini harus segera ditangani dengan mekanisme yang jelas dan berkelanjutan. Ia menyoroti pendekatan yang selama ini bersifat parsial dan tidak memberikan solusi nyata.
“Ini tidak boleh terus berulang. Kita harus serius menangani ini. Jangan hanya hit and run, lapor sana-sini, tapi tidak ada solusi nyata. Ayo kita bangun mekanisme yang jelas untuk menyelesaikan masalah ini,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Penrad menekankan pentingnya pendataan menyeluruh terhadap permasalahan yang dihadapi guru swasta. Ia juga mengkritisi regulasi yang dinilai masih diskriminatif dan sering merugikan guru swasta.
“Kita harus data semua persoalan guru, baik swasta maupun negeri. Lalu, kita kaji ulang regulasi yang ada. Banyak peraturan menteri yang kontroversial dan bersifat parsial. Padahal, undang-undang harus berlaku untuk semua, tidak boleh diskriminatif,” jelasnya.
Sebagai langkah konkret, ia mendorong pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) khusus untuk menangani masalah ini secara sistematis.
“Kita perlu skema dan sistem yang jelas agar masalah ini bisa diselesaikan tuntas, tidak berulang terus. Jangan sampai kita hanya bermain gimik, sementara guru-guru swasta tetap menderita,” tambahnya.
Penrad juga menyoroti peran besar sekolah swasta dalam dunia pendidikan di Indonesia. Menurutnya, sekolah swasta berkontribusi signifikan dalam mencerdaskan anak bangsa, namun masih sering diperlakukan tidak adil.
“Tanpa sekolah swasta, tidak ada pendidikan di Republik ini. Jumlah sekolah swasta di Indonesia ini hampir 62% dari total sekolah, dengan jumlah 270 ribu lebih. Mereka mendidik lebih dari 75% anak bangsa, terutama di daerah 3T. Tapi mengapa justru sekolah swasta yang sering didiskriminasi?” tanyanya.
Ia menegaskan bahwa negara harus memberikan apresiasi dan perlindungan yang adil bagi sekolah swasta serta tenaga pendidiknya.
Ketidakpastian Nasib Guru Swasta yang Lulus PPPK
Masalah lain yang turut disoroti adalah ketakutan guru swasta dalam mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Banyak dari mereka khawatir akan kehilangan pekerjaan jika lulus seleksi karena tidak ada jaminan ditempatkan kembali di sekolah asal.
“Mereka takut diusir atau dikeluarkan dari sekolah swasta jika lulus PPPK, karena tidak ada jaminan akan ditempatkan kembali di sekolah asal. Ini masalah serius yang harus diatasi,” ujar Penrad.
Menurutnya, pemerintah harus memastikan agar guru yang lulus PPPK tetap bisa berkontribusi di sekolah swasta tanpa merugikan pihak yayasan.
Selain itu, Penrad mengkritik kebijakan yang menyamakan guru honorer senior dengan lulusan baru (fresh graduate).
“Guru honorer yang sudah mengajar 20-30 tahun, bahkan hampir pensiun, disamakan dengan guru baru yang fresh graduate. Mana mungkin imbang? Mereka sudah puluhan tahun mengabdi, tapi diperlakukan sama seperti yang baru masuk,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah harus memiliki kebijakan khusus untuk melindungi guru honorer senior.
Dalam penutup pernyataannya, Penrad mengingatkan bahwa pemerintah telah berkomitmen untuk menyelesaikan masalah guru honorer pada 2025. Namun, hingga kini, skema penyelesaiannya belum jelas.
“Kita sudah minta skemanya, tapi sampai sekarang belum ada. Ini tanggung jawab kita untuk mengawal dan memastikan skema itu benar-benar dilaksanakan,” tegasnya.
Komite I DPD RI, lanjutnya, siap memfasilitasi penyelesaian masalah guru swasta secara nasional.
“Mari kita bentuk tim, datangi provinsi-provinsi, dan kawal implementasi kebijakan ini agar tidak hanya menjadi wacana,” pungkasnya.
Dengan langkah konkret dan komitmen bersama, diharapkan permasalahan guru swasta dapat terselesaikan secara adil dan berkelanjutan.
)**Nawasanga