Menelusuri Jejak Manusia Purba di Sangiran, Pemerintah Perkuat Literasi Sejarah Peradaban Bangsa

Uritanet -Sragen, 7 Februari 2025 – Situs Manusia Purba Sangiran yang terletak di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, menjadi saksi bisu perjalanan panjang evolusi manusia dan peradaban di Nusantara. Situs yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO sejak 5 Desember 1996 ini menyimpan berbagai temuan arkeologi penting yang memberikan bukti nyata mengenai kehidupan manusia purba di Indonesia sejak lebih dari 1,5 juta tahun lalu.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam kunjungannya ke Sangiran menekankan pentingnya meningkatkan literasi sejarah peradaban bangsa, terutama bagi generasi muda. Ia menegaskan bahwa pemerintah terus berkomitmen memperkuat pemahaman masyarakat mengenai sejarah awal peradaban manusia yang dapat ditemukan di tanah air.

“Berbagai temuan di kawasan ini, seperti Sangiran 17 atau S17 yang merupakan fosil Homo erectus paling lengkap di Asia Tenggara, serta ratusan temuan lainnya, menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki peran penting dalam sejarah evolusi manusia di dunia. Hal ini harus terus dikembangkan agar generasi muda memahami bahwa Nusantara merupakan salah satu pusat peradaban tertua di dunia,” ujar Fadli Zon.

Situs Sangiran: Laboratorium Alam Sejarah Peradaban

Kawasan Sangiran memiliki lima klaster utama, yaitu Bukuran, Krikilan, Manyarejo, Ngebung, dan Dayu. Setiap klaster menyimpan peninggalan yang memberikan gambaran tentang kehidupan manusia purba, fauna, serta perubahan lingkungan sejak zaman Pleistosen.

Baca Juga :  Prabowo Respons Cepat Larangan Pengecer Jual Gas Elpiji 3 Kg, Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Subsidi

Klaster Bukuran menjadi titik awal temuan Homo erectus dalam jumlah besar. Situs ini menampilkan koleksi fosil dari berbagai belahan dunia, lengkap dengan narasi audio visual serta diorama rekonstruksi tiga tipe Homo erectus yang pernah hidup di Jawa, yakni Arkaik, Tipik, dan Progresif.

Klaster Krikilan menghadirkan rekonstruksi Homo erectus berdasarkan temuan Sangiran 17, serta berbagai fosil fauna purba seperti gajah (Mastodon, Stegodon, dan Elephas), kerbau, banteng, rusa, dan kuda sungai.

Museum Lapangan Manyarejo merupakan contoh perpaduan antara ilmu pengetahuan dan tradisi lokal dalam penggalian jejak purba. Berbagai fosil tulang rusuk dan panggul gajah, serta tengkorak banteng, ditemukan di titik ini.

Klaster Ngebung menyimpan berbagai artefak budaya manusia purba dari Pleistosen Bawah hingga Tengah, termasuk fosil binatang dan alat-alat batu.

Museum Dayu, yang terletak di Karanganyar, menampilkan perubahan lingkungan Sangiran sejak era rawa hingga menjadi daratan melalui lima formasi geologi utama: Kalibeng, Pucangan, Grenzbenk, Kabuh, dan Notopuro.

“Berbagai peninggalan di lima klaster ini menunjukkan bahwa nenek moyang kita memiliki kontribusi besar dalam peradaban dunia. Sangiran bukan sekadar situs arkeologi, tetapi juga laboratorium alam yang sangat lengkap, bahkan langka di Asia dan dunia,” tambah Fadli Zon.

Memperkuat Identitas Bangsa Melalui Literasi Sejarah

Sebagai lokasi ditemukannya lebih dari 50% fosil Homo erectus dunia, Sangiran memiliki nilai strategis dalam kajian evolusi manusia. Selain Homo erectus, situs ini juga menjadi tempat ditemukannya fosil Meganthropus paleojavanicus dan berbagai artefak budaya yang memperkuat narasi sejarah peradaban Nusantara.

Baca Juga :  Fenomena #KaburAjaDulu dan Bonus Demografi: Perspektif Politik dan Peluang Anak Muda

Menteri Kebudayaan menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya memperkuat literasi sejarah melalui berbagai program edukasi dan penelitian. Upaya ini bertujuan agar masyarakat, khususnya generasi muda, dapat lebih memahami dan menghargai peradaban bangsa yang telah berlangsung sejak jutaan tahun lalu.

“Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat literasi sejarah, khususnya mengenai peran Indonesia dalam evolusi manusia. Hal ini penting bukan hanya untuk menambah pengetahuan, tetapi juga untuk menanamkan rasa cinta dan bangga terhadap peradaban bangsa yang besar,” tutup Fadli Zon.

Dengan berbagai temuan arkeologi yang terus dikembangkan, Sangiran tidak hanya menjadi saksi bisu perjalanan peradaban manusia di masa lalu, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi masa depan sejarah dan kebudayaan Indonesia.

**Benksu

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *