Uritanet– Jakarta, Dalam dinamika politik Indonesia, isu yang mencoba memecah hubungan antara Presiden dan Wakil Presiden kembali mencuat. Sejumlah pengamat menilai bahwa teknik yang digunakan dalam rumor dan intrik politik saat ini adalah daur ulang dari metode lama yang pernah dipakai untuk melemahkan pemerintahan. Menurut beberapa sumber, tujuan akhir dari manuver-manuver tersebut adalah untuk menggoyahkan stabilitas politik dan, pada akhirnya, menjatuhkan pemerintah yang sedang berkuasa.
Jika kita menilik sejarah, hal serupa pernah terjadi di masa Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta, saat keduanya diadu domba hingga hubungan mereka retak. Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto juga dibenturkan dengan Wakil Presiden Habibie, dan demikian pula halnya dengan Gus Dur dan Megawati pada masa reformasi. Bahkan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah dikabarkan dihadapkan dengan Jusuf Kalla melalui isu “matahari kembar.”
“Intrik dan rumor seperti ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan ketegangan politik, tetapi juga melemahkan pemerintahan secara bertahap. Di ujungnya, tujuan mereka adalah menjatuhkan pemerintahan yang sah,” ungkap seorang pengamat politik.
Meskipun demikian, Indonesia sebagai negara demokrasi memberi ruang bagi berbagai bentuk perbedaan politik, termasuk “residu” dari Pilpres yang lalu. Residual politik, selama berfungsi sebagai “pewarna” demokrasi tanpa merusak substansi dasar pemerintahan yang diatur oleh konstitusi dan paket janji kampanye, dapat ditoleransi.
“Yang perlu kita waspadai adalah jangan sampai residu tersebut berubah menjadi racun yang merusak tatanan demokrasi kita. Setiap warga negara memiliki hak demokrasi yang dijamin oleh konstitusi, dan kita harus menghormati itu,” tambah sumber tersebut.
Di tengah gejolak rumor politik, penting bagi para pemimpin dan rakyat untuk tetap fokus pada tujuan bersama, menjaga stabilitas nasional, dan memastikan bahwa demokrasi tetap berjalan sesuai dengan landasan konstitusi.
)**Benksu