Uritanet, Jakarta –
Diskusi Public “Toward Carbon Neutral Plastic Production and Utilization, The Most Efficiency Urban Waste to Energy” di Hotel Salva Jakarta (14/6), membahas pengolahan sampah berbasis LCCN yang dapat menjadi solusi pada Less Landfill Policy. Dengan kata lain, penanganan sampah bisa dilakukan melalui produksi dan pemanfaatan plastik Netral Karbon atau LCCN (Lifecycle Carbon Neutral).
Seperti diketahui, berbagai upaya mengurangi timbulan sampah harus dilakukan untuk menekan dampak lingkungan hidup baik limbah padat, cair maupun gas, terutama penyebab pencemaran udara dan krisis iklim, demikian ungkap Dr Esrom Hamonangan, selaku ahli pengelolaan kualitas udara yang juga aktif di KOMNAS HAM.
Lantaran imbulan sampah di berbagai provinsi dan kabupaten/kota, kerap mengganggu estetika dan higienitas karena bertebaran mulai dari pinggir sawah, sungai, danau, pesisir, laut, jalan raya, tegalan, hutan dan lain sebagainya. Selain memicu pula bencana seperti longsoran sampah, pencemaran leachate, pencemaran udara, bau busuk, ledakaan gas metan dan lain lain, dengan dampak fatalistic sebagaimana terjadi di Leuwigajah pada 2005 dengan 157 korban jiwa. Pun pada 2023 yang lalu di 33 TPA di berbagai kota/kabupaten terbakar.
Sementara disisi lain, sebagian besar perusahaan belum mematuhi ketentuan penyusunan roadmap pengurangan sampah, tukas Ahmad Safrudin, selaku founder Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC). Termasuk perusahaan manufaktur, retail dan HOREKA (Hotel, Restoran dan Katering) yang dimandatkan menyusun roadmap pengurangan sampah sebagaimana yang diatur PermenLHK No 75/2019. Disisi berikutnya, Provinsi dan Kabupaten/ Kota juga belum menyusun rencana aksi penanganan sampah yang selaras dengan aksi pengurangan sampah.
Padahal Climate Crisis, Biodiversity Depletion dan Environmental Pollution yang kita hadapi saat ini harus diatasi dengan Waste Management melalui skenario pengurangan sampah pada tataran pencegahan dan skenario pengolahan sampah pada tataran penanganannya. Skenario pengolahan sampah mencakup Reuse, Recycle, Energy Recovery, Landfill dan Unmanaged Landfill.
Dr Novrizal Tahar, Direktur Penanganan Sampah KLHK pun mengungkapkan bahwa Less landfill Policy adalah andalan Waste Management KLHK dalam rangka menekan 40 juta ton sampah pada tahun 2030. Dan Less Landfill Policy bisa mencakup Waste to Energy (lewat electricity, steam, dan RDF), selain pada Sanitary Landfill dapat juga menghasilkan energy (seperti gas metan, CH4).
Sementara itu, Amalia S Bendang, sebagai Ketua Harian NZWMC sekaligus salah satu mitra pelaksana Audit Sampah Sungai Ciliwung 2023 menyatakan, “Sungai Ciliwung telah menjadi bejana sampah yang unik. Timbulan sampah di badan sungai menjadi cermin cara pengelolaan persampahan kita. Produsen, Retail, HOREKA masih belum sungguh sungguh menjalankan upaya pengurangan sampah sesuai amanat regulasi”.
Dari total 32.364 sampah yang berhasil dipilah dari 6 titik sampling Sungai Ciliwung, terdapat 10 jenis sampah yang ditemukan dimana 7 diantaranya adalah material polimer termasuk kain, karet, kayu, kertas, logam, plastik, serta gabus. Sampah plastik paling banyak ditemukan secara konsisten di berbagai titik dalam bentuk kantong kresek baik secara utuh maupun serpihan dengan total akumulasi mencapai 19.466 buah atau sekitar 67.884 dari keseluruhan sampah yang berhasil dikumpulkan dan dipilah. Posisi ini disusul oleh bentuk sampah bungkus dan sachet plastik yang berhasil dipilah masing masing sekitar 3.974 dan 3.324 buah atau sekitar 134 dan 11” dari total akumulasi sampah keseluruhan.
Sedangkan berdasarkan 5 merek tertinggi asal berbagai sampah plastik tersebut, maka serpihan sampah berbagai merek mendominasi asal sampah plastik tersebut dengan jumlah 2630 buah, diikuti Indofood 1410 buah, Wings Group 1386 buah, Unilever 1011 buah dan Santos Group 684 buah. Untuk jenis sampah bungkus plastik didominasi sampah dengan merek Indofood sebanyak 1308 buah, Wings Group 811 buah, Mami Poko 462 buah, Garuda Food 383 buah dan Unilever 334 buah. Untuk sampah jenis sachet didominasi sampah dengan merek Unilever dengan 879 buah, Santos Group 707 buah, Wings Group 470 buah, So Klin 382 buah dan Indofood 258 buah.
Pun, sampah bernilai ekonomi seperti botol PET dan cup PP juga masih mengalir di Sungai Ciliwung. Jenis sampah botol plastik di urutan teratas adalah botol dengan merek Aqua sebanyak 218 buah, Oasis 140 buah, Wings Group 116, Sosro 69 buah, dan Santos Group 36 buah. Untuk cup PP terbanyak berasal dari cup tak bermerek sebanyak 226 buah diikuti Wings Group 212 buah, Orang Tua 64 buah, Indofood 42 buah dan Setia Pesona Cipta serta Agua masing masing sebanyak 39 buah.
Sementara research NZWMC di 6 kota (Medan, Jakarta, Samarinda, Makassar, Denpasar dan Surabaya) menunjukkan serpihan plastik berbagai merek menempati urutan pertama (59.300 pcs), disusul Plastik Kresek (43.597 pcs), bungkus Indomi (37.548 pcs), cup Aqua (33.789 pcs), botol Sprite (30.171 pcs), dan cup Club (28.954 pcs).
Pada level reduksi sampah melalui peran industry ini, tambah Ahmad Safrudin bahwa otoritas pemerintah pusat punya peran strategis, di mana banyak izin proses produksi industri dengan kemasan yang berpotensi menjadi limbah menjadi kewenangannya. Untuk itu dia menegaskan perlunya pentaatan hukum secara ketat (strict liability).
Perlu diketahui pula untuk mengurangi timbulan sampah dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti merancang dan merencanakan proses industrialisasi produk dengan material (produk dan kemasan yang sesedikit mungkin) berpotensi menjadi sampah dan mengembangkan pola konsumsi secara menyeluruh, global dan holistik dalam lingkup makro kemudian diturunkan menjadi berbagai kegiatan teknis pada tingkat mikro.
Menurut Prof.Minoru Fuji, dari Nasional Institute for Environmental Studio, University of Tokyo, bahwa penanganan sampah bisa dilakukan melalui produksi dan pemanfaatan plastik Netral Karbon atau LCCN (Lifecycle Carbon Neutral). Inilah sebuah metode pengolahan sampah dengan emisi polusi udara, seperti emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan limbah berbahaya yang rendah.
Penggunaan teknologi LCCN Ready (waste to steam) ini sudah dilakukan di Jepang, Eropa dan Korea, yang menghasilkan manfaat lingkungan dan ekonomi yang signifikan.
Dengan metode LCCN, limbah domestik dan industri dikumpulkan, dan diangkut ke lokasi site LCCN di industri kompleks, sehingga CCU (Carbon Capture and Utilization) akan lebih mudah diterapkan.
Pengolahan sampah dengan basis LCCN mengolah semua jenis sampah melalui proses panas yang dihasilkan dengan tujuan menghasilkan uap (steam) atau listrik sebagai pilihan. Lalu berbagai senyawa kimia dan residu termasuk CO2 yang dihasilkan akan diproses lebih lanjut untuk diinjeksikan kembali ke dalam steam atau proses produksi tenaga listrik dalam rangka meningkatkan efektivitas produksi melalui konservasi energi.
Hal ini berbeda dengan proses produksi RDF dan ITF yang masih menghasilkan residu padat, cair dan gas termasuk CO2 yang akan membebani lingkungan dalam bentuk pencemaran air, sisa limbah dan pencemaran udara serta emisi GRK yang menjadi ancaman bagi krisis iklim. Dan masih membebani TPA dengan residu padat.
Terakhir, Dr Novrizal Tahar menegaskan Waste to Steam yang dibahas dalam diskusi public “Toward Carbon Neutral Plastic Production and Utilization, The Most Efficiency Urban Waste to Energy” di Hotel Salva Jakarta (14/6), adalah bentuk nyata pengolahan sampah berbasis LCCN ini. Harapannya, rekomendasi diskusi mampu menjadi terobosan dalam menciptakan Carbon netral dan sampah plastik netral pada produksi dan pemanfaatan plastik sehingga tidak lagi menjadi beban lingkungan hidup, social dan ekonomi, pungkasnya.
Adapun catatan lainnya, dengan LCCN, pengolahan sampah lebih bagus, mudah mudahan bisa diaplikasikan di Indonesia, meski sangat tergantung dari kondisi dari masing masing daerahnya.
)***Tjoek