Indonesia Membangun Sistem Kesehatan yang Tahan Terhadap Perubahan Iklim

Uritanet, Jakarta-

Kementerian Kesehatan Indonesia dan Program Pembangunan PBB (UNDP), yang beroperasi dari kantornya di Indonesia, bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menandatangani komitmen untuk bekerjasama dalam proyek yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF), sebuah program investasi iklim global yang ambisius.

Mengakui ancaman signifikan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap kesehatan manusia dan planet, Kemenkes, UNDP, WHO bersatu dalam kolaborasi tripartit yang akan memanfaatkan modal publik dan swasta, serta berbagai sumber daya seperti keahlian, pengetahuan, teknologi, jaringan, dan upaya kolaboratif dari mitra di berbagai sektor untuk mempromosikan sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim, berkelanjutan, dan rendah karbon.

Sebagai bagian dari proyek global GCF, yang mencakup 17 negara, proyek di Indonesia akan dirancang untuk meningkatkan ketahanan iklim layanan kesehatan melalui solusi adaptasi dan mitigasi iklim.

Komponen adaptasi melibatkan penguatan dan integrasi sistem peringatan dini untuk penyakit terkait iklim. Di bawah mitigasi, inisiatif ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari fasilitas kesehatan.

Setiap negara akan melaksanakan proyek sesuai dengan keadaan uniknya, memastikan pendekatan yang disesuaikan dengan konteks.

Di Indonesia, proyek ini bertujuan untuk membentuk sistem kesehatan nasional yang tahan terhadap perubahan iklim dan berkelanjutan, mengurangi emisi gas rumah kaca dari sistem kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan, serta meningkatkan pendanaan untuk tindakan transformatif terhadap risiko kesehatan terkait iklim.

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim, dan mempromosikan sistem kesehatan yang tahan terhadap perubahan iklim dan rendah karbon yang berkelanjutan.

Sujala Pant, Officer in Charge of UNDP Indonesia mengatakan, “Di dalam sistem UN, UNDP memiliki portofolio program iklim yang paling besar, dengan dukungan terhadap aksi iklim di hampir 150 negara berkembang. Sejalan dengan hal tersebut, 72% dari program kami di Indonesia juga berfokus pada ketahanan perubahan iklim dan bencana alam. Kami percaya bahwa perubahan iklim merupakan isu yang saling terkait, sehingga kami telah mengintegrasikannya di hampir seluruh area yang kami kerjakan, seraya terus mencari tahu cara mengembangkannya dan mencari solusi yang mampu memberikan respon lebih baik terhadap dampak dari perubahan iklim di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kolaborasi ini sangat penting bagi kami.”

Perubahan iklim memengaruhi penyakit dengan mengubah variabel-variabel iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban, yang memengaruhi dinamika penyebaran penyakit.

Perubahan pola iklim regional juga mempengaruhi agroekosistem dan ketersediaan air, menyebabkan kelangkaan dan peningkatan penyakit terkait air dan makanan seperti gizi buruk dan diare. Sebagai contoh, penurunan curah hujan dan suhu di Maluku meningkatkan kasus pneumonia sebesar 96% dan kasus diare sebesar 19%. Lebih lanjut, suhu yang lebih tinggi dan curah hujan yang lebih tinggi meningkatkan kasus demam berdarah sebesar 227% di Bali-Nusa Tenggara, dan kasus malaria di Papua sebesar 66%.

Selain itu, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian ekonomi sebesar 1,86% (sekitar 21,6 miliar) akibat dampak perubahan iklim pada sektor kesehatan. Di sisi lain, laporan Bank Dunia menyatakan bahwa dampak perubahan iklim pada sektor air dapat menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 7,3% pada tahun 2045.

Jika dibiarkan tanpa pengawasan, perubahan iklim juga akan memengaruhi profil kesehatan generasi saat ini dan masa depan, menjadi beban bagi sistem kesehatan, dan menghambat upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan cakupan kesehatan universal.

“Perubahan iklim adalah ancaman kesehatan terbesar yang dihadapi umat manusia, dan WHO berkomitmen untuk meresponsnya,” kata Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia.

“Peluncuran inisiatif ini menandai langkah maju yang berani bagi Indonesia – yang sangat rentan terhadap dampak kesehatan perubahan iklim – dan akan mempercepat kemajuan di sini, seperti di seluruh dunia, menuju masa depan yang lebih sehat, lebih hijau, lebih tangguh, dan lebih berkelanjutan bagi semua orang.”

Sementara itu, Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan Indonesia, menunjukkan komitmennya, “Kementerian Kesehatan akan berkomitmen untuk mendukung energi dan sumber daya yang diperlukan untuk memimpin proyek ini. Untuk mencapai hasil yang diharapkan bersama, kerja sama yang luas dari berbagai kementerian akan diperlukan.”

Melalui komitmen bersama pada proyek GCF ini, Kemenkes, UNDP, bersama dengan WHO akan berkolaborasi untuk mencapai serangkaian tujuan, terutama dalam mengurangi kerentanan Indonesia terhadap penyakit yang terkait dengan iklim dan gangguan pada layanan kesehatan, termasuk meningkatkan hasil kesehatan bagi populasi rentan dan kurang beruntung, yang secara tidak proporsional terkena risiko kesehatan iklim.

Proyek ini akan melibatkan kolaborasi yang luas dengan pemangku kepentingan utama, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mulai dari pemilihan lokasi hingga sinkronisasi tujuan proyek dengan strategi pembangunan nasional Indonesia yang menyeluruh.

Selain itu, proyek ini akan melibatkan Kementerian Keuangan, yang bertindak sebagai otoritas nasional yang ditunjuk untuk Dana Iklim Hijau. Mereka akan menyetujui No Objection Letter (NOL) untuk proposal proyek GCF yang spesifik untuk negara dari Indonesia.

)**Benksu

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *