Uritanet, Jakarta –
Pemerintah Indonesia menargetkan untuk mencapai net sink zero karbon dioksida (CO2) pada tahun 2030 dari sektor hutan dan penggunaan lahan lainnya atau Forest and Other Land Use (FOLU).
Seperti diketahui, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI No. 168 Tahun 2022 telah menetapkan Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim.
Hal tersebut mengemuka saat
Belantara Foundation bersama Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Prodi Biologi Fakuitas MIPA, dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pakuan menggandeng PT Agincourt Resources dalam menyelenggarakan Seminar dan Pelatihan dengan tema “Perhutanan Sosial : Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Berbasis Masyarakat untuk Perubahan Iklim dan Kesejahteraan”(4/3).
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna, selaku Keynote, mengatakan bahwa tujuan utama seminar nasional ini untuk meningkatkan pemahaman stakeholders mengenai regulasi dan kebijakan serta model-model usaha dalam perhutanan sosial di Indonesia. Tujuan lain yaitu meningkatkan kapasitas stakeholders terkait langkah-langkah efektif dalam mengembangkan ecopreneur pada perhutanan sosial.
Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan itu menyebutkan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam mencapai net sink zero karbon dioksida (CO2) pada tahun 2030 dari sektor FOLU yaitu melalui perhutanan sosial. Program perhutanan sosial bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola hutan: meningkatkan pendapatan masyarakat desa melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara lestari dan berkelanjutan: serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa sehingga dapat berkontribusi dalam meningkatkan serapan karbon.
“Kami akan terus mengajak dan melibatkan berbagai pihak khususnya sektor swasta dalam mengamplifikasi dan mendukung program perhutanan sosial di Indonesia,” tegas Dolly yang juga anggota Commission on Ecosystem Management IUCN.
Dimana lebih dari 1.300 peserta berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang digelar secara hybrid di Auditorium Lantai 3 Gedung Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan di Bogor, sedangkan daring melalui aplikasi Zoom dan live streaming YouTube Belantara Foundation yang dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Eps.9 (BLS Eps.9).
Kegiatan tersebut berkolaborasi juga dengan Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi, KKI Warsi, dan Winrock International, serta menggandeng tujuh universitas (Universitas Pakuan, Universitas Riau, Universitas Nasional, Universitas Andalas, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Tanjungpura, dan Universitas Nusa Bangsa) sebagai kolaborator yang mengadakan acara “Nonton dan Diskusi Bareng” BLS Eps.9 bagi mahasiswa dan dosen di masing – masing universitas.
Perlu diketahui pula, sejak 2016, KLHK mengeluarkan keputusan menteri tentang Perhutanan Sosial untuk pengelolaan hutan lestari — (P83/MENLHK/Setjen/Kum.1/10/2016). — KLHK mengoptimalkan pemberian izin legal untuk Perhutanan Sosial dengan target seluas 12,7 juta hektar pada tahun 2030 untuk mendukung pencapaian target FOLU Net Sink 2030.
FOLU Net Sink 2030 Indonesia dapat membantu rehabilitasi ekosistem penting serta dalam jangka panjang menyimpan penyerap karbon utama dan melindungi keanekaragaman hayati Indonesia.
FOLU Net Sink 2030 juga menekankan pengelolaan hutan berkelanjutan berbasis masyarakat dan lestari melalui program perhutanan sosial.
Sementara dalam paparannya, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Dr. Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc. yang menjadi pembicara kunci pada acara BLS Eps.9 ini, menyampaikan bahwa sampai tahun 2023 distribusi areal perhutanan sosial telah mencapai lebih dari 6,4 juta hektar, sedangkan sisanya seluas lebih dari 6,2 juta hektar akan didistribusikan kepada masyarakat dengan strategi “Kerja Bareng Jemput Bola” hingga tahun 2030.
Perhutanan Sosial merupakan sebuah sistem pengelolaan hutan lestari di mana kelompok masyarakat atau masyarakat hukum adat menjadi pelaku utama dalam mengelola hutan negara atau hutan adat dalam tata kelola sinergi antara aspek ekonomi, ekologi dan sosial untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya Direktur Hubungan Eksternal PT Agincourt Resources, Sanny Tjan, menyatakan bahwa perusahaan mendukung Belantara Foundation sebagai penyelenggara, yang aktif dalam meningkatkan kesadaran (Awareness) dan kapasitas masyarakat terkait pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup di Indonesia, termasuk tentang perhutanan sosial.
Sanny Tjan lebih lanjut menyatakan pentingnya kolaborasi antarpihak dalam mencapai tujuan dengan konsep pentahelix untuk mendukung program perhutanan sosial di Indonesia. Konsep tersebut menggabungkan peran akademisi, sektor bisnis, komunitas, pemerintah, dan media.
“Dengan melibatkan berbagai pihak, konsep pentahelix dapat digunakan untuk mencari pendekatan inovatif guna meningkatkan pengembangan dan implementasi perhutanan sosial. Tentu saja butuh koordinasi yang baik, juga komitmen tinggi, dari berbagai pihak sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing,” imbuh Sanny Tjan lebih jauh.
Sedangkan dalam sambutannya, Rektor Universitas Pakuan, Prof. Dr. rer. Pol. Ir. Didik Notosudjono, M.Sc., mengemukakan bahwa perguruan tinggi sebagai wadah insan akademik memiliki kewajiban melaksanakan “Tridharma Perguruan Tinggi,” yaitu Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat atau PKM. Selain itu, mahasiswa juga diberi peluang untuk mengikuti pembelajaran di luar kampus melalui program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) dengan tetap diperhitungkan bobot SKS-nya, Imbuhnya.
“Program Perhutanan Sosial dapat dijadikan sarana bagi para dosen dan mahasiswa untuk pelaksanaan Tridharma dan MBKM’, kata Didik.
“Kegiatan pelatihan dan seminar inspiratif seperti ini perlu dilakukan terus-menerus untuk mengarusutamakan isu-isu tentang pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup di Indonesia, termasuk perhutanan sosial,” ujar Didik.
“Kami berterima kasih kepada Belantara Foundation, PT Agincourt Resources, serta mitra lainnya yang telah mendukung penuh acara ini sehingga berjalan dengan lancar dan sukses,” pungkasnya.
Turut hadir narasumber yang memiliki segudang pengalaman pada bidang perhutanan sosial secara berturut – turut yaitu Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial pada Ditjen PSKL, Catur Endah Prasetiani, S.Si., M.T.: Badan Pengurus Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi, Rivani Noor, Wakil Direktur KKI Warsi, Rainal Daus, dan AFOLU and Forest Carbon Specialist Winrock International, Arif Budiman.
)***Yuri/Tjoek