Video Eks Menteri KKP Susi Pudjiastuti “Meradang” Viral, Ribuan Sampah Aqua Gelas Plastik Kotori Pantai Pangandaran

Uritanet, Jakarta –

Video Eks Menteri Susi “meradang” saat bersih bersih sampah di Pantai Pangandaran viral, lantaran ribuan sampah Aqua gelas plastik telah mengotori Pantai Pangandaran yang indah, sekaligus pula mengancam ekologi laut di sekitarnya.

Twitter @susipudjiaatuti :
LAUT TIDAK MAU MENERIMA SAMPAH KITA !!!
Pagi ini saya mau ajak cucu main paddle di laut .. Ya Allah ampuni hamba-Mu, sampah hasil perbuatan manusia yang tidak peduli dgn lingkungannya berserakan .. Bekas gelas dan botol air mineral, makanan sachet, cups, sedotan, mie instant, dan segala macam sampah plastik lainnya jutaan pieces terkumpul & terdampar semua di Pantai Pangandaran yang indah dan cantik ini .. Badai kemarin sore membawa lautan sampah kembali ke daratan … (20/1).

Bisakah kita semua sebagai manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang katanya tertinggi IQ & peradabannya, menghentikan kejahatan kita pada lingkungan ?!!!

STOP buang sampah sembarangan, kurangi pemakaian plastik sekali pakai dlm kehidupan kita sehari-hari .. setiap lihat sampah: ambil, kumpulkan, kelola !! Atau kita akan TENGGELAM dalam lautan sampah kita sendiri ###

“Video tersebut bukti kasat mata bahwa salah satu ancaman terbesar bagi lingkungan perairan laut di Indonesia justru dari sampah plastik produk konsumsi yang kemasannya kecil dan notabene sering dipandang remeh oleh banyak kalangan,” jelas Ahmad Safrudin, peneliti Net Zero Waste Management Consortium saat ditemui.

Peneliti dari sebuah konsorsium riset manajemen sampah berbasis di Jakarta ini pun merasa prihatin dengan kondisi Pantai Pangandaran, Jawa Barat, seiring beredarnya video sampah plastik gelas air mineral yang bertebaran di sepanjang kawasan wisata ikonik tersebut.

Kondisi pantai Pangandaran terlihat jorok dan merana akibat bertebarannya sampah plastik yang mulai ‘menggunung’ itu. Sampah sampah plastik tersebut berasal dari laut lantaran tersapu ke pantai akibat badai sehari sebelumnya.

“Laut tidak mau menerima sampah kita,” kata Susi nyaris kehabisan kata saat merekam sampah gelas dan botol air mineral, rnakanan sachet, cups, sedotan, mie instant, dan banyak kemasan plastik kecil lainnya.

“Aqua gelas jumlahnya jutaan. Coba perhatikan, ini semua Agua gelas,” kata Susi tak bisa menahan sedih.

Lagi lagi, menurut Ahmad Safrudin, peneliti Net Zero Waste Management Consortium, mengatakan bahwa sampah air mineral kemasan gelas tak hanya mencekik kawasan pantai. Bahkan berdasarkan audit investigatif Net Zero dan Litbang Kompas pada November 2023, sampah gelas air mineral berbagai merek dan sampah plastik kresek serta bungkus Indomie termasuk yang paling banyak menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di sejumlah kota, termasuk Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Bali dan Samarinda.

“Riset kami gelar serempak di enam kota pada 2022 dan mendapat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup. Bentuknya audit investigasi sampah plastik produk konsumen, dengan kegiatan riset mencakup pengumpulan, pemilahan dan identifikasi sampah di 17 sampel Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di setiap kota,” katanya.

Dan riset tim peneliti Net Zero ini berhasil mengidentifikasi 1.930.495 buah sampah plastik yang terbagi dalam 635 varian sampah produk konsumen dari berbagai merek, papar Ahmad.

Dari laporan riset yang bertajuk ‘Potret Sampah 6 Kota Besar’, Net Zero menyebutkan bahwa dari daftar 10 besar sampah plastik produk konsumen, total sampah gelas brand Aqua, Club dan VIT. Jumlahnya dua kali lebih banyak dari sampah kantong kresek (masuk urutan kedua, red) dan tiga kali lebih banyak dari sampah bungkus Indomie (masuk urutan ketiga, red). Dengan kata lain, jumlahnya tercatat juga masih lebih banyak dari serpihan plastik berbagai produk yang sukar dikenali dan notabene bertengger di urutan teratas.

“Video gunungan sampah plastik di pantai Pangandaran itu semakin memperkuat hasil penelitian kami. Sekaligus memdesaknya pihak produsen untuk segera beralih ke kemasan yang lebih besar (Up Sizing). Sehingga sampahnya lebih mudah dikelola sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup,” ujar Ahmad Safrudin lebih jauh.

Sedangkan menanggapi sikap sebagian pihak yang kerap mempermasalahkan “galon sekali pakai” sebagai produk konsumen yang ‘kontraproduktif’ terhadap semangat pengurangan sampah plastik. Ahmad Safrudin tak ingin gegabah menilai.

Pasalnya datanya dari mana? Apa memang sudah ada risetnya hingga kemasan galon sekali pakai dianggap kontraproduktif? Kenapa hanya galon sekali pakai yang sepertinya jadi bulan-bulanan kritik soal ini?

“Kalau berdasarkan riset kami bersama Litbang Kompas di enam kota, tak ada sampah galon sekali pakai yang berakhir di TPA,” katanya.

Sementara itu, perlu diketahui bahwa “galon air minum sekali pakai” merupakan salah satu kemasan primadona industri air minum dunia. Memiliki kemasan yang sama dengan air minum botolan pada umumnya, galon sekali pakai dianggap lebih aman bagi kesehatan, lebih ramah lingkungan dan inovatif dari sisi keekonomian pendistribusian barang.

Seperti di Eropa, ada Font Vella (Spanyol) dan Hayat (Turki), dimana keduanya unit usaha raksasa dunia Danone, yang telah beralih ke kemasan galon sekali pakai yang bebas Bisfenol A (BPA), senyawa kimia berbahaya yang ada pada galon yang bisa digunakan berulang ulang dengan berbahan plastik polikarbonat.

Di tahun 2021, dalam riset komprehensif Sustainable Waste Indonesia di wilayah Jakarta Raya disebutkan bahwa sampah produk konsumen dengan ukuran yang lebih besar lebih mudah dikelola sampahnya ketimbang sampah plastik kemasan sejenis yang ukuran kecil. Selain lebih ramah lingkungan, sampah produk konsumen dengan kemasan besar juga lebih bernilai ekonomis untuk dijual kembali sebagai bahan baku plastik daur ulang.

)*** Tjoek

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *