Uritanet, Jakarta –
Dalam buku Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Market, menjelaskan oligarki merupakan hasil fusi antara kekuatan politik birokratis dan kekuatan ekonomi. Fusi dua kekuatan tersebut menentukan banyak hal. Termasuk siapa yang dicalonkan menjadi pemimpin dalam kontestasi pemilu.
Di negeri ini dari sekian banyak tokoh barangkali hanya tokoh nasional Rizal Ramli yang selama ini paling konsisten mengingatkan tentang bahaya oligarki.
Rizal Ramli misalnya, menjelaskan di dalam Pilpres atau Pilkada peran oligarki sangat menentukan. Peran itu bahkan bisa berlangsung jauh sebelum Pilpres atau Pilkada dilaksanakan.
Oligarki dengan kekuatan finansialnya, menurut Rizal Ramli, dapat ikut menentukan siapa figur yang akan dipasang sebagai calon dan diberikan dukungan.
Calon yang dimenangkan ini kelak akan membayar utang budi yang telah diberikan oleh oligarki, dalam berbagai bentuk sesuai keinginan oligarki.
Kepedulian Rizal Ramli yang selalu mengingatkan tentang bahaya oligarki esensinya adalah tentang nasib demokrasi di negeri ini.
Lebih dari itu, tentang masa depan Republik, tentang kita, tentang saya, tentang kamu, tentang apapun mimpimu.
Kalau Rizal Ramli begitu sering bicara soal bahaya oligarki, barangkali karena dia tahu lebih banyak.
Dari sekian banyak tokoh yang tahu banyak itu, Rizal Ramli adalah satu dari sedikit yang berani bersuara lantang dengan bahasa yang menohok. Berbekal informasi dan ketajaman dalam melihat potensi betapa berbahayanya oligarki.
Warning Rizal Ramli tentang bahaya oligarki adalah ramuan antara keberanian, kepedulian untuk mencegah, informasi, analisis, konsistensi, dan kemarahannya yang datang dari hati yang mencintai negeri ini.
Bahkan mungkin mencintai mereka yang juga kena serempet kata-katanya.
Rizal Ramli seperti sudah mencapai level militansi maksimal dalam penyikapan terhadap oligarki. Sudah berhitung dengan risiko. Tak peduli kursi menterinya hilang.
Kita hanya bisa memahami Rizal Ramli jika kita menelusuri jejak langkahnya.
)***Dinukil dari Tulus Budi Karso, pemerhati masalah sosial dan politik