‘Indonesia di Persimpangan Sejarah’ Dimata Penyair dan Budayawan ‘Butuh Vaksin Sejarah’

Uritanet, Jakarta –

Fenomena politik yang sekarang terjadi, yang benar belum tentu menang, yang salah belum tentu kalah. Sementara berbagai sektor kehidupan pun terkesan kuat carut-marut. Disisi lain anak-anak muda nyaris kehilangan tokoh yang bisa dijadikan contoh. Dan jawabannya, lewat diskusi Kebudayaan bertajuk “Indonesia di Persimpangan Sejarah”, yang berlangsung di Warung Presiden (Wapres) Bulungan, Jakarta Selatan (27/12) dengan menghadirkan penyair Isti Nugroho, Budayawan Dr. Zastrouw Al Ngatawi, serta moderator Penyair Amin Kamil yang dikenal akrab dengan dunia panggung, sastra, dan seni rupa. Ia adalah penulis buku antologi puisi Tamsil Tubuh Terbelah pada 2007 dan masih banyak lagi.

Isti Nugroho, selaku aktivis melihat Indonesia sudah berada dalam persimpangan sejarah sejak tahun 1965. Apakah Indonesia mau ke kiri atau ke kanan. Akhirnya Indonesia berkiblat ke Barat. Yang dulu dikatakan oleh Soekarno go to hell with your aid, bantuan itu akhirnya diterima oleh Soeharto, sampai bantuan itu menjatuhkannya sendiri, ujar Isti Nugroho.

Sementara sekarang, narasi-narasi yang dibangun tokoh – tokoh politik, khususnya oleh Capres dan Cawapres menjelang Pemilu 2024 ini, tidak memberi gagasan yang kuat bagi kemajuan Indonesia ke depan. Seperti janji pasangan Prabowo – Gibran yang akan memberikan makan siang gratis, dengan anggaran Rp.450 triliun. Lha untuk apa? Apa yang akan dihasilkan dengan makan siang berbiaya Rp.450 triliun itu?

Disisi lain, orang di luar sudah bicara gagasan untuk kemajuan peradaban dunia, di sini masih bicara untuk memberi makan! Lho soal memberi makan itu kan bukan gagasan yang luar biasa!”, tukas Isti Nugroho.

Sedangkan budayawan, Dr. Zastrouw Al Ngatawi S.Ag, MSi, justeru melihat, generasi muda saat ini tidak tertarik bila diajak bicara sejarah. Mereka lebih tertarik berbicara hal-hal yang terkait materi. Anak-anak muda sekarang seperti menghilang. Padahal bukan menghilang, tetapi kita yang tidak bisa menemukan cara berkomuikasi dengan mereka.

Al Zastrouw juga bingung apakah sejarah masih relevan dengan anak muda sekarang atau tidak. Karena pendidikan sekarang lebih ke arah kognitif (pemikiran).

Diskusi Kebudayaan, ‘Indonesia di Persimpangan Sejarah’ di Warung Apresiasi, Bulungan, Jakarta, nampak dipadati jurnalis, seniman dan budayawan. Dan dua tokoh, Isti Nugroho serta Dr. Zastrouw Al Ngatawi S.Ag, MSi, sangat layak dijadikan referensi di tengah kegamangan arus informasi sejarah Bangsa Indonesia yang saat ini minim diminati generasi milenial.

Lebih lanjut, Isti Nugroho menilai rusaknya kondisi bangsa Indonesia saat ini akibat dari ulah oknum penguasa. Penguasa telah mengutak-atik aturan. Jadi arah bangsa ini (Indonesia) berliku-liku ndak keruan. Rakyat dianggap tidak ada dan ini (kerusakan) harus dihentikan, tegasnya.

Apalagi, Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam merebut kemerdekaan. Apa yang telah diperjuangkan para pendiri bangsa, saat ini telah dirusak oleh penguasa dan oligarki. Sebagai warga yang cinta Tanah Air, kita tidak boleh berdiam diri, jelasnya.

Pada akhirnya, Dr. Ngatawi Al-Zastrow mendesak generasi milenial harus terus diberikan soal literasi sejarah bangsanya, bangsa Indonesia. Karena sejarah bukanlah sebuah rekonstruksi masa lalu, melainkan petunjuk arah sebagai pedoman masa depan bangsa.

Dan saat ini masyarakat Indonesia membutuhkan vaksin sejarah agar kita semua memahami arah dan tujuan membangun bangsa Indonesia sesuai dengan cita-cita pendirinya, pungkasnya.

)***D.Junod/ Tjoek/ foto dsp

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *