Uritanet, Jakarta —
Tidak ada satu pun alat bukti yang mampu membuktikan adanya actus rea maupun mens rea yang memenuhi unsur Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mengingat permohonan Praperadilan yang diajukan FB/ Firli Bahuri (Ketua KPK non aktif) akan mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam penetapan tersangka terhadap FB hanya berdasarkan alat bukti yang memenuhi unsur kuantitatif, tetapi tidak memenuhi unsur kualitatif, demikian dijelaskan Ian Iskandar, SH, Kuasa Hukum FB saat ditemui di PN Selatan (11/12).
Karena alat bukti dalam menetapkan Tersangka tidak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor: 21/ PUU-XII / 2014, yang pada pokoknya menyatakan alat bukti harus bersifat kuantitatif dan kualitatif.
Bukti berupa foto tidak dapat dikualifikasi sebagai alat bukti yang sah. Sebab pengambilan foto sebagai bagian dari alat bukti elektronik tersebut tidak
dilakukan secara sah dan tidak membuktikan adanya pemerasan, gratifikasi atau suap, tetapi hanya menunjukkan SYL dan temannya menemui FB.
Selain itu, saksi-saksi yang diperiksa pada tahapan penyidikan, tidak ada satu
pun saksi yang memberikan keterangan yang menyatakan mengetahui, melihat, atau mendengar adanya pemerasan, penerimaan gratifikasi atau
penerimaan hadiah atau janji atau penyuapan oleh SYL kepada FB, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adanya resi penukaran valuta asing tidak dapat disimpulkan telah terjadinya pemerasan, gratifikasi atau suap. Hal ini dapat dilihat dari jenis dan seri valas yang tidak menunjukkan terjadinya perbuatan tersebut. Karena waktu perolehan valas tersebut sebelum adanya penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi Kementerian Pertanian pada tahun 2020 s.d. 2023.
Secara yuridis, praperadilan merupakan sarana pengawasan horizontal aparat
penegak hukum dengan tujuan untuk menegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta mencegah terjadinya kesewenang – wenangan dan pelanggaran hak asasi manusia dalam melakukan upaya paksa terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum secara substanstif, praperadilan dapat membatalkan penetapan Tersangka FB,
karena, laporan polisi tidak ditindaklanjuti dengan penyelidikan, tetapi langsung keluar Surat Perintah Penyidikan (sprindik).
Dan Laporan Polisi yang langsung ditindaklanjuti dengan sprindik pada tanggal yang sama yaitu 9 Oktober 2023, menunjukkan tidak adanya penyelidikan dan adanya kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka.
Dengan demikian penetapan tersangka FB atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Tipikor Jo. Pasal 65 KUHP berdasarkan S.Tap/325/XI/RES.3.3./Ditreskrimsus, tertanggal 22 November 2023 tidak sah dan tidak berdasar atas hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat.
)** D Junod / Tjoek