Komite IV DPDRI Kunker ke Malut Fokus Pada Pengawasan dan Kesiapan Dalam Implementasi UU HKPD

Uritanet,- 

Kunjungan kerja (Kunker) Komite IV DPD RI ke Maluku Utara (Malut) dalam rangka Pengawasan atas Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), fokus pada pengawasan dan kesiapan provinsi Maluku Utara (Malut) dalam implementasi UU HKPD.

Wakil Ketua Komite IV dari Dapil Bangka Belitung, Ir. H. Darmansyah Hussein menyampaikan kunjungan kerja ini untuk mengetahui bagaimana respon dan kesiapan Pemerintah Daerah didalam implementasi UU HKPD serta untuk mengetahui kendala dan permasalahan yang dihadapi Pemda dalam implementasi UU HKPD.

Drs. Samsuddin Abdul Kadir selaku Sekda Provinsi Maluku Utara mewakili Gubernur Maluku Utara berharap agar DPD RI, dalam hal ini Komite IV dapat menjembatani berbagai kepentingan daerah, menjadi jembatan antara daerah dan pusat dalam melaksanakan pembangunan asesuai dengan program kerja Pemerintah.  Sekaligus menyampaikan permasalahan anggaran yang dihadapi oleh Pemrov Malut saat ini.

“Kondisi keuangan atau APBD Malut saat ini cukup terkuras sejak beban pendidikan yang semula ada di Pemkab/Pemkot beralih ke Pemrov, sehingga bisa dikatakan bahwa 50% APBD Provinsi lari ke Pendidikan”, ungkapnya.

Pemda pun pada prinsipnya mendukung upaya pemerintah dalam mengontrol Pemda melalui UU HKPD, namun demikian kewenangan-kewenangan Provinsi yang terkait dengan pendapatan harus ditingkatkan, tambahnya.

Sementara Iqbal HI Djabit berharap bahwa hasil diskusi nanti dapat menjadi masukan dan memberikan manfaat bagi daerah Maluku Utara khususnya. Sedangkan Novita Annakota, Senator asal Maluku selaku Wakil Ketua Komite IV yang memimpin diskusi memberikan kesempatan kepada Walikota Ternate yang diwakili Sekretaris Kota Ternate, Dr. Jusuf Sunya untuk menyampaikan pandangannya atas UU HKPD.

Menurut Jusuf Sunya, spirit otonomi daerah sudah putus, yang ada spirit sentralisasi. Pemerintah pusat terkesan pilih kasih dalam memperhatikan daerah. Kami lihat hanya Bali yang mendapat perlakuan khusus dan sekarang IKN, curhat Jusuf.

“Banyak kewenangan daerah ditarik ke pusat, banyak kebijakan yang lahir seperti PEN yang bagaikan gergaji bermata dua, disatu sisi Pemda diberi alokasi-alokasi, di sisi lain persyaratannya memberatkan Pemda”, tambahnya.

Kepala Kantor Wilayah DJPB Maluku Utara, Adnan Wimbyarto mewakili Kementerian Keuangan menyampaikan permasalahan KFD di beberapa daerah yang masih rendah. KFD di daerah-daerah masih tergolong rendah, hal ini salah satunya disebabkan karena minimnya daerah yang mengoptimalkan PAD, pemanfaatan anggaran yang masih terbatas, belanja daerah yang belum fokus dan sinergi kebijakan dalam APBN dan APBD juga belum maksimal.

Oleh karenanya, dalam rangka pelaksanaan UU HKPD, Pemda Maluku Utara telah menindaklanjutinya dengan melakukan perbaikan-perbaikan regulasi khususnya yang terkait dengan DPRD.

“Kami telah melakukan perbaikan-perbaikan regulasi dalam merespon UU HKPD, namun demikian terkait dengan option, kami masih menunggu PP dan Permendagri”, kata Kadispenda Malut.

Permasalahan lain yang disampaikan adalah megenai sulitnya Pemda menagih pajak PKB, PAP dan PAB pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Maluku Utara seperti perusahaan tambang.

“Mohon agar DPD RI dapat menjadi jembatan bagi kami terkait dengan kebijakan-kebijakan di pusat, kami keberatan dengan kebijakan opsen yang pembagiannya menjadi berkurang bagi pemerintah Provinsi, yang semula 70% provinsi, 30 % Pemkab/Pemkot, kini turun menjadi 64% provinsi dan 36% Pemkab/Pemkot, sementara beban kami bertambah” kata Kadispenda Malut.

Menanggapi apa yang disampaikan oleh Kadispenda Provinsi Maluku Utara mengenai sulitnya menagih PKB, PAB pada perusahaan yang beroperasi di Maluku Utara, Kombes Pol. Afriandi Lesmana, S.I.K selaku Dir Reskrimsus Polda Maluku Utara menyampaikan bahwa kendaraan-kendaraan operasional termasuk kendaraan berat yang ada di Maluku Utara banyak didatangkan dari luar daerah oleh perusahaan, sehingga masih menggunakan plat nomor daerah lain.

“Terkait dengan penagihan Pajak, termasuk PAP, Polda bisa membantu Pemda untuk melakukan pendampingan di dalam melakukan penagihan”, kata Alfriandri.

Pada sesi diskusi dan pendalaman, Senator asal Sulawesi Selatan, Ajiep Padindang menyoroti ketidaktaatan perusahaan-perusaaan di Maluku di dalam membayar kewajiban perpajakannya.

“Kepada Dispenda Malut, tolong dikongkritkan saja mana-mana perusahaan yang mangkir membayar kewajiban pajaknya, supaya supaya kita bisa bantu solusi bersama-sama, ada Polda juga disini, maka saya sependapat agar dilakukan pendampingan oleh Polda dalam melakukan penagihan pajak, kata Ajiep.

“Kepada Polda, kami titip juga agar permasalahan kendaraan yang masih menggunakan plat nomor luar daerah dapat diselesaikan agar Pemda dapat melakukan penagihan pajaknya,” tambah Ajiep”.

Menurut Ajiep lagi, dari apa yang disampaikan Pemda Provinsi Malut, terlihat bahwa UU HKPD ini belum tersosialisasikan secara maksimal di daerah-daerah. Ada beberapa hal yang belum dipahami secara jelas oleh Pemda, sehingga kami minta agar Kementerian Keuangan dapat melakukan sosialisasi secara intensif ke daerah-daerah.

Permintaan sosialisasi ini langsung ditindaklanjuti oleh Kakanwil DJPB Malut, Adnan Wimbyarto. “Kami tadi langsung komunikasi dan koordinasi ke pusat mengenai sosialisai UU HKPD, dan Pusat telah merespon bahwa akan segera dilakukan sosialisasi UU HKPD di provinsi Maluku Utara”, kata Adnan.

Menurut Abdul Hakim, Senator dari Lampung, anggaran merupakan hal yang sangat penting bagi pemerintah baik pusat maupun daerah. Oleh karena itu kami ingin mengetahui bagaimana implementasi dan implikasi UU HKPD ini terhadap keuangan daerah.

“Saya juga ingin pemerintah Maluku Utara mencoba membuat exercise berapa kontribusi Sumber daya di Maluku Utara ini terhadap APBN atau APBD. Karena saya melihat Maluku Utara ini kaya, lautnya luas, berapa persen yang dinikmati oleh masyarakat’, kata Abdul Hakim.

Senada dengan Abdul Hakim, M. Sanusi Rahaningmas Senator asal Papua Barat juga menyampaikan kemiripan antara Malut dan Papua Barat. Malut ini mirip dengan Papua Barat, daerah yang menderita diatas kekayaan yang melimpah. Di Papua Barat banyak juga perusahaan-perusahaan yang tidak taat pada pertauran yang ada.

“Terkait dengan UU HKPD, kita harus bersama-sama mencarikan solusi yang tepat bagaimana supaya daerah-daerah tidak terbebani terlalu berat oleh peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”, tutupnya.

Sebelum mengakhiri diskusi, Novita Annakota menyampaikan bahwa Komite IV DPD RI sangat mengapresiasi seluruh stakeholders di Pemprov Malut yang telah hadir dan menyampaikan masukan, pandangan terhadap UU HKPD.

“Kami akan menindaklanjuti hasil rapat pada kunjungan kerja hari ini dengan mitra kerja terkait pada rapat kerja Komite IV, dan Komite IV juga mendukung Polda Maluku Utara di dalam membantu pendampingan dalam upaya penagihan Pajak pada beberapa perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban perpajakannya”, kata Novita.

“Kami juga meminta agar Pemda Provinsi Malut dapat memberikan data tertulis secara lengkap mengenai permasalahan terkait dengan pelaksanaan UU HKPD serta permasalahan perpajakan yang tadi disampaikan agar dapat kami ditindaklanjuti pada Rapat kerja Komite IV dengan Mitra Kerja”, tambahnya.

Menutup kegiatan rapat kunjugan kerja di Ternate ini, Wakil Ketua Komite IV, Ir. H. Darmansyah menegaskan bahwa Komite IV akan terus perjuangkan apa-apa yang menjadi kepentingan daerah. Kami punya akses ke pusat sehingga masukan-masukan yang ada akan kami sampaikan kepada mitra terkait seperti Menteri Keuangan, Menteri Investasi, kata Darmansyah.

“DPD RI adalah dari daerah untuk Indonesia dan dari Indonesia untuk daerah”, tutupnya.

)**Bambang Tjoek

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *