Energi Faktor Penting Untuk Ketahanan Nasional

fgd-dengan-tema-ketahanan-energi-nasional-dalam-mendukung-industrialisasi-pulau-kalimantan-di-iain-pontianak-kalbar-oleh-ketua-dpd-ri-aa-lanyalla-mahmud-mattalitti

URITANET – Mengingat pentingnya energi bagi kemajuan bangsa, energi faktor penting bagi ketahanan nasional. Energi memegang peranan penting bagi kemajuan perekonomian suatu bangsa. Energi adalah jantung yang memompa denyut nadi perekonomian. Berbagai hasil pembangunan menjadi tidak optimal tanpa ketersediaan energi yang mencukupi.

Untuk saat ini Indonesia termasuk negara rawan dalam ketahanan energi. Sebab, cadangan bahan bakar minyak Indonesia rata-rata hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri selama 20 hari saja. Angka tersebut jauh di bawah cadangan minyak Singapura yang mencapai 120 hari dan Jepang 107 hari. Padahal kedua negara itu tidak memiliki deposit minyak bumi.

Ada empat faktor yang menyebabkan ketahanan energi Indonesia yang mempunyai cadangan minyak bumi. Namun, kondisinya lebih rentan dari negara-negara konsumen. Pertama, ketahanan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Indonesia masih rendah.

Penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi migas Indonesia masih belum memadai saat ini. Faktanya adalah hampir semua kontraktor-kontraktor migas menggunakan teknologi asing. Struktur ekonomi Indonesia masih lemah karena mengandalkan komoditas sumber daya alam. Padahal, kekayaan yang sesungguhnya bagi sebuah bangsa adalah terletak pada kualitas sumber daya manusia.

Baca Juga :  Daud Yordan The Boxing Senator Sukses KO Hernan Leandro Carrizo di Ronde 9

Baca Juga :  Ajak Konsumen Lebih Berdaya Pulihkan Ekonomi Bangsa

Contoh Inggris, Amerika Serikat, Jerman dan Perancis yang menjadi negara terkemuka karena menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Ada juga Jepang, Taiwan, Korea, China serta Malaysia dan Singapura yang semuanya bangkit dengan menguasai Iptek terlebih dahulu. Makanya, jika Kalimantan Barat ingin maju maka mari kita desain kemajuan itu dengan mengandalkan kualitas sumber daya manusia.

Kedua, Indonesia rentan ketahanan energi karena bagi hasil dari sektor pertambangan migas belum adil. Saat ini di Indonesia beroperasi beberapa kontraktor minyak asing yang menguasai sekitar 65% atau 329 blok migas. Sementara perusahaan nasional hanya menguasai 24,27% dan selebihnya adalah patungan antara perusahaan asing dan nasional.

Para kontraktor asing hanya wajib menyetor 25% dari hasil produksi mereka untuk kebutuhan domestik. Kondisi ini jelas merugikan Indonesia sebagai pemilik cadangan migas.

Ketiga, permintaan energi Indonesia yang tinggi. Terutama energi final yang hingga tahun 2050 masih akan didominasi oleh sektor industri dan transportasi seperti pada tahun 2019. Permintaan di sektor industri proyeksinya sejalan dengan proyeksi pertumbuhan industri pada “Visi Indonesia 2045”. Sedangkan permintaan energi di sektor transportasi dipengaruhi oleh pertumbuhan kendaraan bermotor.

Baca Juga :  Fahira Idris Dinobatkan Majalah Women Obsession Sebagai Srikandi Tangguh 2022

Pada tahun 2050, sektor industri akan lebih mendominasi dibandingkan sektor lainnya sehingga pangsanya menjadi 42% pada skenario Bisnis Normal, 40% pada skenario Pembangunan Berkelanjutan dan 37% pada skenario Rendah Karbon.

Oleh karena itu, setuju dengan analisa beberapa pakar ekonomi energi, jika Indonesia bisa memakai energi yang lebih murah sebagai pengganti BBM, maka dapat dihemat minimal Rp 100 triliun.

Baca Juga :  Kolaborasi Kemenparekraf dan Kadin Untuk Pulihkan Sektor Pariwisata dan Ekonomi

Keempat, belum optimalnya komitmen Indonesia untuk mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) membuat ketahanan energi nasional semakin rentan. Padahal Indonesia adalah Negara yang memiliki kekayaan sumber-sumber EBT. Hanya saja pengembangan EBT terkesan sporadis dan tergantung kepada kepentingan politik sesaat. Perlu upaya sungguh-sungguh dan sistematis untuk memperbaiki keadaan ini. Agar Indonesia mempunyai ketahanan energi yang bagus.

Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus bertambah menyarankan penggunaan semua energi alternatif yang feasible dan proven harus dilakukan, seperti energi Geothermal dan Hidro. Sementara energi Surya, Angin dan Gelombang Laut yang memiliki potensi besar juga harus mulai dieksploitasi.

Share Article :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *